“Kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah hal yang fundamental, karena dengan itu kita dapat melawan korupsi dan tirani.”
Upaya pencegahan korupsi perlu terus dilakukan dengan menyulut partisipasi publik. Masyarakat adalah salah satu faktor penentu utama keberhasilan pemberantasan korupsi.
Karena itu, peningkatan partisipasi publik berbanding lurus dengan semakin cepatnya bangsa ini melenyapkan korupsi. Serangkaian program dirancang dan dijalankan tidak hanya untuk meningkatkan pemahaman publik akan bahaya korupsi, juga mendorong masyarakat untuk bergerak, berkontribusi, dan ambil bagian dalam barisan perlawanan terhadap korupsi.
KPK menyadari betul, pencegahan korupsi senantiasa memerlukan inovasi dan daya kreasi sehingga upaya pemberantasan korupsi sampai pada tujuannya. Salah satu teknik yang ditempuh diantaranya memperluas medium pemberantasan korupsi, mengutamakan strategi pencegahan, serta membangun sistem dan budaya antikorupsi.
Di sisi lain, masyarakat tengah dikepung oleh satu budaya culture screen. Lembaga antikorupsi seperti KPK harus mentransformasi seluruh kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, melalui sebuah jaringan yang bisa diakses oleh masyarakat. Atas dasar itulah, KPK menggagas metode pemberantasan korupsi melalui format berbeda. Setelah setahun silam memiliki KanalKPK Radio, pada 2014 KPK meluncurkan KanalKPK TV. Sebuah televisi berbasis streaming. Dan guna memperkaya konten siaran, KanalKPK TV menerima konten dari jaringan masyarakat antikorupsi atau siapapun yang memiliki program antikorupsi. Sebaliknya, KanalKPK TV juga terbuka sebagai penyedia konten siaran (content provider) bagi televisi komunitas atau stasiun televisi swasta.
Inovasi yang lain, KPK membuat terobosan aplikasi berbasis Android dan iOS. Aplikasi tersebut adalah GRATis, yang diluncurkan pada 1 Oktober 2014. GRATis bisa diunduh para pengguna Android maupun iOS tanpa dikenakan biaya. Kependekan dari GRATifikasi: Informasi dan Sosialisasi, GRATIs merupakan aplikasi yang digunakan sebagai media informasi dan sosialisasi tentang gratifikasi. Guna memberikan pemahaman tentang tata cara pelaporan, aplikasi tersebut juga dilengkapi dengan alur pelaporan gratifikasi dan informasi mengenai cara pengisian formulir pelaporan gratifikasi. Selain itu, juga dilengkapi tentang pentingnya peran serta organisasi mitra bersama KPK dalam proses pengendalian gratifikasi, yakni dengan membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG), sebagai bagian yang terintegrasi dengan Program Pengendalian Gratifikasi (PPG).
FILM DAN MURAL
Film diyakini bisa memberikan pengaruh, inspirasi dan mendorong perubahan. Karena itu, KPK kembali meluncurkan Anti Corruption Film Festival (ACFFest) 2015, sebagai salah satu upaya dalam mendorong perubahan. Mengusung tema “Make Your Mov!e”, KPK menggandeng partisipasi aktif masyarakat dalam berkarya melalui medium audio visual untuk melakukan gerakan sosial untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Selain peluncuran ACFFest 2015, dalam kesempatan itu juga diputar film pendek bertema antikorupsi dan talkshow dengan tema “Film Sebagai Bagian dari Gerakan Anti Korupsi”, dengan menghadirkan Bambang Widjojanto dan sutradara Angga Dwimas Sasongko. KPK sedang mempelajari budaya anak masa kini untuk dapat masuk ke dunia mereka dan kemudian menanamkan nilai antikorupsi. Sebab, fenomena yang ada menunjukkan bahwa generasi muda sudah kehilangan preferensi nilai. “Sosok ayah, sosok guru di sekolah, ataupun tokoh agama sudah tidak lagi punya pengaruh besar terhadap anak,” kata Bambang Widjojanto. Pergeseran nilai-nilai yang terjadi, mendorong KPK menghimpun gerakan sosial yang menyasar generasi muda dengan festival film.
Di sudut kota yang lain, para seniman jalanan tak mau ketinggalan, apalagi berdiam diri. Mereka berkreasi lebih liar dan berani melalui mural yang digoreskan di tebing-tebing sudut kota, sebagai bentuk klimaks mengekspresikan kritik sosial. Seperti yang terlihat pada dinding underpass di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Di salah satu dinding tergambar seekor tikus putih raksasa dengan dua bola matanya yang besar. Di badannya tertulis, “Satu Bangsa di bawah Korupsi”. Lukisan tersebut adalah mural karya Ryan Riyadi yang lebih banyak menyoroti persoalan sosial kemudian menyampaikannya dengan gaya satir dan humoris.
Selain Ryan, ada lagi perupa Eko Nugroho yang karya muralnya menghiasi ruang-ruang publik. Karya seniman asal Yogyakarta itu bahkan telah mendunia dan banyak dipajang juga dipakai oleh salah satu merk fashion terkenal di Paris. Salah satu karyanya pernah menjamah Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam spanduk berukuran 20×20 meter, Eko menggambarkan sosok manusia dengan wajah dua kotak tersusun atas dan bawah. Tangannya berbentuk capit yang siap menerkam apa saja. Di sana tertulis, “Hidup Bukan Jaminan Jika Korupsi Masih Subur”. Lalu tulisan dibawahnya, ‘Mafia Peradilan adalah Penghancur Keadilan’.
INOVASI SEORANG GURU
Beralih ke suatu tempat yang lebih sunyi dan terpencil. Adalah Titis Kartikawati, seorang guru di Sekolah Dasar Negeri 32 Sanjan, Sungai Kapuas yang berjarak 5 jam perjalanan darat dari Pontianak, Kalimantan Barat. Setiap hari, ia menempuh jarak 20 km untuk mencapai sekolah. Seperempat jarak itu, merupakan jalan rusak, licin dan berbatu. Apalagi kalau cuaca tak bersahabat jatuh dari sepeda motor adalah hal yang lumrah. Meski rutinitas dijalani dengan banyak tantangan, namun tak sekalipun menyurutkan semangat ibu tiga anak ini.
Mengajarkan nilai antikorupsi tentu memerlukan cara tersendiri. Di sini, Titis dituntut berinovasi agar penanaman nilai antikorupsi, jadi menyenangkan. Ia mengaku kesulitan ketika menyisipkan tentang materi antikorupsi kepada anak didiknya. Kalau materi tidak disederhanakan, akan makin sulit dipahami. Karena itu, ia berpikir bahwa yang disampaikan haruslah sesuatu yang “dekat”. Saat ia menjelaskan tema berbagai jenis profesi misalnya, ada empat mata pelajaran sekaligus yang harus disisipkan, yakni Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Bahasa Indonesia.
Ia memulai dengan menugaskan para murid untuk membawa guntingan berita, membacanya lalu menceritakan kembali di depan kelas secara bergiliran. Di sini, anak-anak telah mempelajari Bahasa Indonesia.
Kemudian, ia mengajak untuk memerankan profesi yang ada di kliping berita itu. Misalnya pada berita tentang Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Titis mengajak memerankan beberapa profesi yang terkait; ada hakim, ada pengacara, bahkan ada politikus yang menjadi penyuap! Dari sini, anak-anak belajar IPS.
“Kami melakukan semacam rekonstruksi agar anak mudah memahami,” katanya. Ke-delapan murid di kelas empat itu, kata Titis, terlihat antusias. Moral mata pelajaran PPKn, tersurat pada pesan moral profesi tersebut. Sedangkan mata pelajaran matematika, disisipkan dengan bentuk pengukuran baku dan tidak baku. Untuk mengukur luas sebuah surat kabar, akan dihasilkan hasil pengukuran yang berbeda dengan alat ukur yang tidak baku, seperti menggunakan kayu, daun atau lidi.
Agar lebih menyenangkan, ia juga menyiapkan sebuah permainan yang akan “menjembatani” mata pelajaran dengan 9 nilai antikorupsi. Namanya Maze Integritas, berupa permainan yang menggunakan lajur- lajur berliku dan sempit yang bisa saja ditemukan jalan buntu atau rintangan di dalamnya. Di beberapa lajur, terdapat beberapa jenis pekerjaan yang terhubung dengan hasil pekerjaan, dan 9 nilai antikorupsi (kejujuran, kepedulian, kemandirian, keadilan, tanggung jawab, kerja sama, sederhana, keberanian dan kedisiplinan) – yang menjadi tautan dengan profesi yang dimaksud.
Share :
RELASI
Festival Anak Jujur 2
Sejarah Panjang Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Peran KPK dalam Indonesia Anti-Corruption Forum
Ketika Kaum Perempuan Hembuskan Optimisme
Tahun KPK:”Saatnya Mainkan Integrasi Above the